Sabtu, 06 Juni 2015

Urban Scouting : Pemetaan Karakter Input/Peserta Didik (2)

Pengantar

Tulisan pertama tentang basis pemikiran "urban scouting" telah memperoleh tanggapan baik secara terbuka maupun tertutup. Kesimpulannya bahwa "urban scouting" merupakan sebuah langkah yang baik untuk dikembangkan. Sejumlah program kegiatan memang telah diusulkan, namun agar tulisan ini runut pada bagian kedua ingin  dikemukakan terlebih
dahulu tentang karakteristik input "urban scouting".

Dalam pendekatan pendidikan sebagai sebuah proses, maka input pendidikan kepramukaan adalah peserta didik itu sendiri. Sebagai konsep pendidikan yang berbasis kebutuhan peserta didik atau "ask the boy" maka pemetaan karakter input merupakan pondasi utama.  Pemetaan input yang benar akan
memberi arah proses pendidikan yang benar. Proses pendidikan yang benarakan mengefektifkan pencapaian out put dan out comes pendidikan.

Berdasarkan fakta kehidupa dinamika kota yang dihadapi anak dan remaja,maka secara garis besar input "urban scouting" dapat dibedakan menjadi dua yaitu "kelompok dominan" dan "kelompok marginal".

Kelompok Dominan

Kelompok dominan adalah anak dan remaja yang sedang bersekolah yang kemudian tergabung dalam sebuah gudep pramuka. Anak-anak di kelompok ini relatif memperoleh layanan pendidikan yang lengkap baik di keluarga,masyarakat maupun sekolah dan gudep. Dengan kata lain mereka sudah "memperoleh" bekal yang memadai untuk "memasuki" dinamika kehidupan kota dengan segala dimensinya (sosial, kultur, profesi, agama, dsb).

Dengan karakternya seperti di atas maka "urban scouting" bagi kelompok dominan adalah instrumen penguatan soft skill dan life skill (akan dibahasa kemudian) agar mampu menjadi warga kota yang disiplin, berbudaya, mencintai kotanya dan mapan secara sosial dan ekonomi.

Kelompok Marginal

Kelompok marginal adalah anak dan remaja yang putus sekolah yang kemudian sekaligus juga tidak bisa bergabung dengan gudep pramuka. Apakah kemudian Gerakan Pramuka abai terhadap kelompok ini, hanya karena tidak punya gudep ? Seharusnya tidak, kalau melihat dari filosofi awal didirikannya pendidikan kepanduan  oleh Baden Powell maupun filsosofi pengembangannya di tanah air sejak   KH Agus Salim  hingga Sri Sultan HB IX dan  sejumlah tokoh lain. Pendidikan kepramukaan bahkan  "wajib hukumnya" menyentuh kelompok marginal ini agar menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan keluar dari problem sosialnya.

Kelompok marginal banyak lahir sebagai akibat "dinamika kota yang sangat kompetetif". Mereka ada dan lahir akibat problem keluarga, lingkungan, putus sekolah, kemiskinan, keterpinggiran dsb. Untuk dapat survive mereka terjebak dalam kehidupan anak jalanan yang rawan dieksploitasi oleh pihak lain
baik untuk kepentingan premanisme (begal), peredaran narkoba, sex bebas dan  ideologi hedonisme.

"Urban Scouting" berpotensi  dapat dikembangkan untuk dapat menyentuh kelompok ana-anak marginal ini. Bahwakemudian untuk melaksanakan kegiatan itu dibutuhkan konsekuensi kelembagaan, mobilisasi sumberdaya, dan kemauan mengabdi tiada batas, maka demi keparipurnaan layanan terhadap anak dan remaja Indonesia hal itu sangat mudah dilakukan. (Pada bagian lain hal ini akan dibahas termasuk pengembangan jaringan kerjanya

Penutup

"Urban Scouting" adalah potensi sistem pendidikan Gerakan Pramuka yang sangat mulia untuk menyentuh anak dan remaja perkotaan yang tidak beruntung. Gerakan Pramuka hendaknya mampu menyapa dengan hangat "mereka yang terpinggirkan, yang tinggal di kolong-kolong jembatan, di emperan toko, diperempatan jalanan, di terminal, dan diberbagai tempat 'pinggiran' kota lainnya". 

Gerakan Pramuka sudah seharusnya mampu menyapa dengan indah  "adik-adik marilah kembali ke rumah besar Gerakan Pramuka, di sana tempat kau kembali kepada Tuhan mu, disana tempat kau menyemai persaudaraan bakti, di sana tempat kau menempa diri untuk masa depan lebih baik, di sana tempat kau akan temukan cinta dan kasih sayang dari Kakak-kakak Pembina, Kakak-kakak Pelatih dan Kakak-kakak Andalan. Disana kau juga akan menemukan tempat berbagi suka dan duka dengan kawan-kawan siaga, penggalang, penegak dan pandegamu".

"Urban scouting"  adalah aksi nyata pendidikan kepramukaan untuk lebih hirau dengan persoalan anak dan remaja perkotaan yang sungguh tidak mudah. Menjauhkan sistem pendidikan kepramukaan dengan problem dasar anak dan remaja apapun bentuknya adalah sebuah pengingkaran "khitah". Salam. Bersambung.

Dokumen Urban Scouting SMA Negeri 100 Jakarta

Pramuka SMA N 100 Jakarta


Pramuka SMA N 100 Jakarta






0 komentar:

Posting Komentar